- Gagasan itu seperti jatuh dari langit. Kebosanan tiba-tiba saja menyergap Salmarini (49), lulusan teknik elektro Universitas Indonesia, yang sudah bekerja di sebuah bank asing selama 15 tahun. ”Saya memutuskan berhenti bekerja, dan memulai sesuatu yang baru,” kata Salmarini.
Membuat kebaya. Ide itu muncul tanpa perencanaan panjang. Juga tanpa latar belakang terkait. ”Saya bukan pencinta kebaya sebelumnya atau pengamat mode, juga bukan kolektor kain tradisional. Mungkin itu jalan Tuhan,” katanya.
Jadilah dengan modal satu penjahit, satu tukang bordir, satu tukang gambar, Salmarini memulai usaha membuat kebaya bordir. Ia memulai dengan kebaya polos yang pinggirannya dibordir dengan teknik kerancang (bolong-bolong). Pelanggan awalnya kebanyakan adalah teman dan kerabat. ”Saya paksa mereka pakai kebaya ha-ha,” katanya.
Namun, setelah beberapa bulan bisnisnya berjalan, Salmarini kembali bosan dengan tampilan kebaya yang ”begitu-begitu” saja. ”Kainnya mungkin macam-macam, tetapi kebayanya selalu seperti itu. Bordirannya juga enggak jauh-jauh berbeda,” kata Salmarini.
Ia kemudian mempelajari kain-kain Indonesia yang kaya ragam jenis dan corak hiasnya. Motif-motif itu ia coba gambar ulang dan kemudian diaplikasikan ke atas kain sutra untuk dibordir.
Salmarini menunjukkan sehelai kain ulos dengan corak simetris yang ditenun dengan benang warna-warni. Kain ulos asal Sumatera Utara ini ia jadikan sebagai bawahan (sarung), untuk atasannya Salmarini membuatkan kebaya dengan motif bordir senada. ”Motifnya saya ambil dari yang ada di ulos ini. Sehingga ketika dipadu-padan menjadi setelan yang serasi,” ujarnya. ”Prinsipnya, kain harus tetap jadi kain. Tidak diutak-atik,” katanya.
Ketika rancangannya itu ditawarkan kepada publik melalui sebuah pameran pada 2004, sambutannya mengejutkan. Awalnya banyak yang mengira kebaya-kebaya tersebut dibuat dari kain tradisional. ”Mereka terkejut bahwa itu adalah hasil bordir,” kenang ibu dari dua anak yang sudah beranjak dewasa ini.
Sambutan positif itu membuat Salmarini semakin yakin untuk memadupadankan berbagai kain Nusantara. Ia menjalin kerja sama dengan para perajin kain tradisional di berbagai pelosok Indonesia, mulai dari Jawa sampai Kalimantan.
Memilih warna
Ketika kain tiba di galerinya, proses berikutnya adalah membuat material kebaya yang serasi dengan warna kain. Ini bukan soal mudah. Kadang Salmarini harus mengirim kain bersangkutan kepada para perajin tenun yang menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) di Garut. Kemudian kain itu dikembalikan lagi bersama bahan kebaya.
Setelah kain dan bahan kebaya datang, giliran Salmarini melakukan ”tes warna”. Para pebordir akan melakukan semacam simulasi di bahan kebaya tersebut untuk melihat apakah benang bordir yang dipakai akan menghasilkan efek warna yang serasi. ”Ini semua yang membuat sebuah setelan jadinya lama,” katanya.
Khusus untuk motif bordir yang diambil dari kain songket, ulos, tenggarong, atau kain ende, misalnya, butuh waktu lebih lama. ”Tidak semua pebordir bisa melakukannya. Apalagi kalau kebayanya dibordir penuh. Tapi untuk motif bordir yang diambil dari corak hias batik, seperti sekar jagad, buketan, umumnya semua pebordir di sini bisa,” kata Salmarini yang saat itu mengenakan atasan dengan bordiran penuh bermotif tenggarong. ”Untuk memesan atasan seperti ini antreannya harus menunggu sampai enam bulan,” katanya.
Ketekunan dan kerja keras itu telah berbuah. Jika di awal bisnisnya ia harus mengejar-ngejar pelanggan, kini Salmarini harus kerja keras memenuhi pesanan pelanggannya, sekitar 200 setelan per bulan dengan omzet sekitar Rp 300 juta. ”Para pebordir sering harus lembur,” katanya.
Setelan yang dibuat di galeri ini memang tidak murah, berkisar Rp 2 juta-Rp 5 juta, tetapi sebagian besar baju yang dipajang di galerinya di kawasan Tanah Kusir, Jakarta, sudah dipesan. ”Pelanggan saya kebanyakan para perempuan usia 40 tahun ke atas,” kata Salmarini yang mengusung label Syafitri.
Kini dengan 42 karyawan tetap dan sejumlah karyawan tidak tetap yang bekerja untuknya, Salmarini yakin bahwa inilah jalan hidupnya. Menjual kebaya bordir.
(Myrna Ratna)
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kebaya Bordir Motif Kain Tradisional, Omzet-nya Rp 300 Juta/Bulan"
Post a Comment