- ”Romantis”, kata itu tak pernah bermakna sama bagi pasangan suami-istri. Novel dan film boleh saja menawarkan contoh. Namun, makna sejatinya ada di ruang pribadi, dalam bahasa kode milik berdua.
Nana (36) sempat kesal, mengapa setiap kali ia berulang tahun, Doddy (36), suaminya, selalu harus bertanya hadiah apa yang ia inginkan. ”Enggak punya inisiatif sendiri,” keluhnya.
Namun, seiring waktu berjalan, ia menyadari suaminya masih jauh lebih ”manis” dibandingkan dirinya sendiri. Setidaknya, Doddy tak pernah lupa tiap kali istrinya berulang tahun. Sebaliknya, Nana beberapa kali terlewat mengucapkan selamat ulang tahun tepat waktu pada sang suami. Toh, Doddy santai saja.
Ucapan dan kado ulang tahun bukan perkara wajib bagi pasangan yang menikah tujuh tahun lalu ini. Memberikan bunga atau puisi juga tak ada dalam kamus mereka. ”Aku memang enggak pernah pengin dikasih bunga, buat apa. Mending dikasih duit aja deh,” ujar perempuan yang gemar menyetir di perjalanan antarkota ini.
Perkara lebih penting buat mereka adalah memastikan saat berduaan dengan pasangan tak diganggu telepon seluler. Mereka kerap pergi makan malam atau sekadar ngopi petang di kafe, dengan meninggalkan ponsel di rumah atau di mobil. Kata Nana, ”Kalau kami sedang berdua dan Doddy perlu menjawab SMS atau menerima telepon, dia akan jelasin itu soal apa dan bilang, ’Maaf ya aku jawab SMS ini dulu’.”
Di rumah, pasangan ini berbagi tugas domestik. Nana merasa suaminya begitu romantis saat ia sesekali mengerjakan bagian tugas Nana dan membiarkan istrinya itu bersantai saja. Perempuan ini pernah mengharapkan bentuk perlakuan romantis lain dari suaminya: dirangkul atau digandeng di depan umum. Tetapi, kini, ia tak mau lagi digandeng Doddy. ”Kalau di depan umum dia jadi kaku, nggandeng aku kayak nggandeng neneknya aja. Aneh!”
Cuek itu romantis
Sementara Tommy (32) melihat sisi romantis justru ada di balik gaya cuek dan kelakuan iseng istrinya, Olla (36). ”Gaya dia dari dulu memang cuek, tetapi sebenarnya dia peduli,” kata Tommy tentang istrinya.
Olla punya kebiasaan ngerjain sang suami. ”Dia bilang mau bawa makanan kesukaan gue. Begitu sampai rumah, eh katanya dia lupa. Waktu gue mau tidur, dia nanya, apa gue belum cek kulkas. Karena enggak yakin, baru paginya gue lihat kulkas, memang enggak ada. Kena dua kali gue dikerjain. Tetapi, besoknya makanan kesukaan gue datang.”
Sebagai pekerja kreatif, Tommy sering bekerja di rumah hingga dini hari. Suatu siang, ia bangun dan menelepon istrinya. ”Dia bilang sedang sibuk, rapat sama bosnya di kantor. Telepon gue tutup, eh tiba-tiba dia nongol. Rupanya dia enggak ke kantor hari itu.”
Suatu kali, saat Tommy berulang tahun, istrinya mengajak dia makan di sebuah restoran. ”Kata Olla, udah ikut aja, enggak usah tanya-tanya. Yang gue enggak sangka, tiba-tiba waktu kami makan, koki bawain kue ulang tahun dan ada nyanyian buat gue, berarti Olla udah benar-benar nyiapin.”
Di mata Tommy, istrinya adalah sosok yang seru, mengasyikkan, selalu punya kejutan. ”Kalau dia masih kepikiran untuk ngerjain gue, artinya masih ada passion dan perhatian sama gue. Walaupun gue juga sering jadi waswas, ini orang mau ngerjain gue apa lagi ya ha-ha-ha…..”
Tommy pun tak jarang memutar otak memberikan kejutan buat istrinya. Namun, ia tahu persis, kartu bertuliskan puisi indah tak akan sesuai buat Olla. ”Pernah sih gue ngomong bermanis-manis gitu, eh dia malah bilang basi,” ujarnya disusul tawa berderai.
Bukan surat cinta
Lain lagi cerita Tineke (46) dan Herman (47) yang sudah 19 tahun menikah. Ketika masih remaja, Tineke berpendapat, romantisisme itu ada pada surat cinta dengan bahasa berbunga-bunga. ”Dari pacaran sampai kira-kira setahun setelah menikah, aku masih dapat surat cinta seperti itu dari Herman. Sekarang sudah beda banget,” ujar perempuan yang bekerja sebagai dosen ini.
Herman tak lagi mengucapkan dan menuliskan kata-kata cinta untuknya. Namun, Tineke justru merasa ikatan di antara mereka makin kuat. ”Aku bisa merasakan bahwa bagi dia, aku adalah yang paling penting. Dia selalu mengutamakan aku di atas kepentingannya sendiri.”
Selama 19 tahun bersama, banyak kejadian membuat Tineke sampai pada kesimpulan itu. ”Dari soal kecil, seperti antarjemput, sampai bagaimana dia luar biasa menguatkan aku menghadapi banyak masalah,” ujar pasangan yang belum dikaruniai anak ini.
Tineke mencontohkan, tiap kali ia merasa "jatuh"—misalnya ketika gagal ujian pra-penelitian program doktor—suaminya selalu meyakinkan bahwa dia mampu, hanya situasi belum mendukung. Herman selalu menyemangati ia bangkit lagi, tanpa menyalahkan diri.
”Waktu aku tersandung di jalan saja, dia bilang sandalku yang jelek. Langsung disuruhnya aku buang sandal itu, ganti yang baru,” ujar Tineke sambil tergelak. ”Buatku, kepedulian dan pembelaan dia yang selalu habis-habisan itu romantis banget.”
Saling membahagiakan
Psikolog dan terapis perkawinan Catherine DML Martosudarmo mengartikan, romantisisme adalah upaya untuk saling membahagiakan pasangan. Cara membahagiakan satu pasangan dengan yang lain tentu tak bisa diseragamkan.
”Ada orang yang bisa ngamuk kalau dikerjain pasangannya, tetapi ada yang justru melihat itu sebagai kejutan manis,” ujar Catherine. ”Ada juga suami yang merasa sangat dicintai bila istrinya merapikan rumah mereka.”
Mengutip Gary D Chapman, bahasa kasih seseorang bisa berupa hadiah, pujian, pelayanan, waktu berkualitas, atau sentuhan fisik. Latar budaya pun ikut menentukan keragaman arti romantisisme itu bagi setiap orang.
Persoalan akan muncul ketika seseorang tak memahami bahasa kasih pasangannya. Jadi, problem pula bila ia tak mau menurunkan ego untuk menyampaikan cinta dalam bahasa yang diinginkan pasangan. ”Kalau sudah tahu istrinya sangat mendambakan bunga, tentu lebih baik suami cukup rendah hati untuk memberikan bunga. Walaupun bagi si suami sebenarnya bunga itu enggak penting banget,” ujar Catherine.
Romantisisme paling indah memang hanya bisa dirasakan setiap hati, bukan dilihat mata orang lain.
(Nur Hidayati)
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Beda Pasangan, Beda Bahasa Romantis"
Post a Comment